Tenda
Biru
Oleh: Vitrie Ayu
Lo
pernah ketawa saat lagi karokean bareng temen-temen lo, terus ada yang nyanyi
lagu malaysia Exist-Mencari Alasan yang biasa dinyanyiin Desta buat ngelawak saat
acara tv OVJ? Ini gue kasih sepenggal liriknya:
Manis
di bibir memutar kata
Malah
kau tuduh akulah segala penyebabnya
Udah,
nyanyiinya didalam hati aja. Gue percaya lo juga bakal tertawa kalau karokean
bareng gue. Karna gue bakalan bawain lagu Tenda Biru-Desi Ratnasari! Silahkan,
silahkan tertawa. Tapi ini adalah kisah yang selalu gue kenang dibalik lagu
Tenda Biru.
***
Adalah
Fahra teman masa kecil yang telah menjadi cinta pertama yang gue perjuangkan
sepenuh hati. Cinta monyet semenjak TPA mengaji bersama di mushola desa
akhirnya Fahra terima dipenghujung masa kuliah gue. Betapa bahagianya gue saat
berfoto toga bersama Fahra yang gue gandeng saat upacara wisuda. Ah, hampir
saja gue kalut ingin mendatangi bapaknya Fahra dan melamar anaknya yang cantik
itu. Tetapi demi membahagiakan Fahra dimasa depan dengan layak, berbekal sarjana
ini pun gue tantang ibukota yang kejam bak ibu tiri.
Pun
hingga saat ini, gue selalu menolak ajakan malam mingguan karena gue berjanji
akan selalu menjaga cinta Fahra yang jauh disana. Biarlah orang berkata apa,
termasuk teman-teman sekantor yang bahkan terang-terangan mengejek gue homo
atau bahkan cowok super dramatis. Kalau soal cinta, huh aku rasa heavy metal
juga bisa jadi heavy rotation!
***
Gue
pandangi wajah Fahra dalam bingkai kotak di sudut meja kantor. Malang Fahra karena
ia tak sempat mencicipi bangku kuliah dan hanya bekerja sebagai buruh
perusahaan tebu desa setelah tamat SMA.
“Heh
mas Kartono! Musti lo ngelamunin dik Fahra lagi deh! masya Allah kaga
bosen-bosennya lu ye!” Ah ini si Boim, teman kantor yang selalu mengejek kisah
cinta gue dengan Fahra. Menurutnya, terlalu lebay dan hyper dramatis. Padahal iya sih, memang begitu.
“Masalah
buat lo Im?”
“Ya
kaga lah. Cuma, gue harap lo itu wake up!
Wake up! Memuja wanita terlalu dalam
itu salah mas! Salah! Ga baik untuk kesehatan jiwa dan hati mas!” ujarnya
sambil menepuk dada. Gue hanya mencibir seraya beranjak berdiri dari kursi
kantor dan berjalan menuju lift.
“Mas, jangan marah, dong. Gue kan cuma
mengingatkan. Oh iya, libur panjang nih. Hangout bareng anak kantor yuk, Mas!”
ajak Boim dengan semangat.
“Sorry
Im, Dik Fahra gue menunggu, ” ujar gue mantap meninggalkan Boim.
“Dasar
pujangga cinta super lebay lo Ton!” maki Boim dari kejauhan.
***
Hujan
membasahi kota Purwoketo saat kereta api Serayu jurusan Jakarta – Purwokerto.
“Mas
Kartono!” Lambaian
seorang perempuan berjilbab merah muda menggemaskan membuat gue tersenyum. Dia
Nabil, adik gue.
“Bawa
oleh-oleh toh mas buat aku? Hihi…” tanya
Nabil sambil mengeluarkan payung.
“Bawa
dong, masa gue lupa buat adik gue tersayang”
“Kalau
sudah disini jangan pakai bahasa gue elo dong mas, lebay tenan,” ujarnya tanpa gue hiraukan.
Gue
dan Nabil bergegas menaiki angkot menuju desa tercinta. Ah, pikiranku melayang
pada Fahra. Sialnya, perjalanan menuju desa macet sekali.
“Ono opo toh iki?” tanya Nabil ke supir angkot.
“Lah
itu mbak, anak kepala desa Den Bagus
menikah dengan kembang desa sing ayu kae
loh, Mbak Fahra,”
ujar pak supir singkat.
Saat
itu juga, jantung gue bak ditusuk tombak panas berapi dari neraka. Gue tak
perduli angkot yang masih berjalan, gue keluar dan berlari menuju tenda biru
yang ramai orang tersebut.
Kulihat
dia, Fahra bersanding dengan orang lain.
Tak peduli, gue terobos keramaian itu dan langsung membentak Fahra.
“Fahra!
Kamu tega khianati aku! Perempuan gila! Apa karna Ia lebih kaya?!” semburku
penuh amarah. Fahra terkejut dengan kedatangan dan ucapanku. Tapi Ia segera
sadar.
“Mas
Kartono! Jaga ucapanmu! Mana ada perempuan yang mau menikah dengan lelaki penuh
obsesi overprotektif seperti mu mas! Sakit jiwa!” Ia balas memaki.
***
Setelah
tertawa terbahak dengan tembang Tenda Biruku di tempat karokean, Boim menghapus
air disudut matanya. “Sial, jadi itu cerita yang bisa buat elo berubah banget
jadi gentle dan bijak banget kaya gini setelah mudik kemaren?”
“Yah,
everyone makes mistake. Yang bisa gue
ambil hikmahnya adalah, gue bahagia pernah mencintai sepenuh hati, walaupun
pada orang yang salah dengan cara yang salah. Paling engga, gue belajar Im…”
“Buat?”
“Buat
ngga ngetawain lagu seseorang dan lebih menghargai, karena siapa yang tau ada makna
sedih dibalik lagu-lagu itu?”.
End
Tidak ada komentar:
Posting Komentar